Selasa, 20 Desember 2016

Opak Dongkrak Otak Kritis MaBa



“OPAK Dongkrak Otak Kritis MABA”
Pagi masih berselimutkan embun,mentari masih enggan menampakkan sinarnya,dedaunan hijau nan rindang masih aktif melakukan proses gutasinya,dimana proses menetesnya air dari jaringan daun yang begitu sejuk dipandang mata.Tepat pukul 05:30 WIB tanggal 14 september 2016,telah dibukanya pra OPAK (OSPEK) yang berlangsung hingga tanggal 15 september 2016.Kemudian tanggal 17 september dilanjutkan dengan OPAK.Ya OPAK, tanpa embel-embel kata “pra” didepannya,bukan lagi hanya sekedar pengenalan nama dan asal masing-masing peserta OPAK,bukan lagi songkok hitam yang dipakai bagi ikhwannya serta krudung hitam bagi akhwatnya,tapi ada ketentuan pakaian dan atribut lain yang lebih mencuri perhatian mata orang lain yang melihatnya.Bagaimana tidak mencuri perhatian? Dari segi pakaian masih terlihat umum yakni baju putih berlengan panjang dengan bawahannya berwarna hitam,dengan sepatu pantofel sebagai alasnya,nah pada bagian atribut inilah yang banyak mencuri perhatian orang-orang yang berlalu lalang dijalan raya.Mereka diwajibkan memakai caping yang dicat sesuai warna fakultas masing-masing bertuliskan “OPAK 50” berwarna hitam,dikaitkan kain satin berukuran 92 x 62 cm dengan warna yang sepadan dengan capingnya.Lalu tas selempang unik yang terbuat dari kain satin pula berukuran F4 x 3 yang kurasa cukup sesak untuk memasukan makanan dan minuman selain membawa buku panduan OPAK 50.Tak cukup itu saja atribut yang wajib dipakai para peserta OPAK 50,mereka diwajibkan memakai papan nama dari kardus yang berlapiskan kertas manila kemudian dibentuk seperti perisai serta pita merah putih dilengan kanan,dan kertas segitiga sama sisi dilengan kiri.Mengapa mereka harus memakai pakaian seperti itu? Tak adakah pakaian sederhana lain yang bisa dipakai dalam acara OPAK 50? Ya memang sudah begitu aturannya,dan dibalik semua itu mengandung makna mendalam tentang jati diri masing-masing peserta OPAK,jati diri tanah air dimana peserta OPAK 50 dilahirkan yakni tanah air Indonesia yang kaya raya katanya,selain itu terselipkan pula makna kritis dibaliknya.
Ada sedikit kejanggalan dalam benakku.Bukankah OPAK ini hanya ajang pengenalan akademik dan kampus? sebagaimana tertera di banner OPAK 50 yang dipajang digedung pascasarjana IAIT Kediri.Mengapa kami harus muluk-muluk ikutan berfikir kritis seperti para aktivis politik yang kebanyakan berwajah dua dalam merebut hati rakyat saat orasinya pada acara-acara pilkada dan sebagainya.
Oh tuhan,aku lupa dan benar-benar khilaf.Bukan karena aku berganti status dari siswa menjadi mahasiswa.tapi karena aku dan teman-temanku seperjuangan OPAK adalah generasi-generasi penerus kehidupan bangsa ini.Kehidupan bangsa yang katanya sudah merdeka dari penjajahan dhohir bangsa eropa,namun sejatinya jika kita mau menilik,menelusuri,meneliti,dan memperhatikan lebih detail kehidupan bangsa ini akan timbul dalam benak kita bahwa sesungguhnya kata merdeka itu belum terwujud nyata dikehidupan negri tercinta ini.Bangsa eropa lebih cerdik dalam menggencarkan misinya menguasai negri-negri surga seperti Indonesia ini dengan penjajahan sirri yang tak berwujud bom atau senjata perang lainnya.Sungguh sejatinya bangsa ini masih belum merdeka.Dan inilah tugas kita sebagai pemuda yang akan melanjutkan pergerakan bangsa,ditangan kita lah tergenggam kemana arah bangsa akan melaju.Dengan tema “Tranformasi Paradigma Mahasiswa Menuju Bertridarma Perguruan Tinggi” ku rasa sangat tepat untuk mencetak generasi-generasi pemikir kritis demi kemajuan bangsa ini.
“Marilah kawan mari kita kabarkan,ditangan kita tergenggam arah bangsa,
 marilah kawan,mari kita gencarkan sebuah pergerakan tentang pembebasan”

Oleh :Tyas Artma